MUSEUM
PUSAT TNI AD DHARMA WIRATAMA
(oleh Ari Bagus Panuntun)
“Bangsa
yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya”, kutipan dari
Bung Karno tersebut adalah alasan untuk memilih Museum Dharma Wiratama sebagai
tempat yang wajib dikunjungi ketika sedang di Yogyakarta. Museum yang terletak
di Jl. Jend. Sudirman No.
75, Yogyakarta, di sebelah timur Gramedia Yogyakarta ini adalah tempat yang
penuh sejarah sekaligus saksi bisu perjuangan RI untuk meraih maupun
mempertahankan kemerdekaan.
Dalam museum ini, kita bisa melihat berbagai benda yang berhubungan dengan TNI AD sejak awal berdiri sampai sekarang. Benda-benda bersejarah itu antara lain foto, lukisan, peta, senjata, seragam, dan sebagainya dimana setiap benda disana akan bercerita pada kita sejarah apa yang telah mereka lewati. Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa sebagian besar benda disini adalah asli dan benar-benar dijaga bentuk maupun keadaannya. Museum yang terdiri dari 21 ruang ini tertata dengan rapi dan bersih , keadaan museum juga masih begitu baik. Untuk masuk ke museum yang dikelola TNI AD ini, kita tak perlu mengeluarkan biaya sepeserpun, bahkan untuk parkir pun gratis. Jadi, mari kita bahas tentang museum yang luar biasa ini.
Dalam museum ini, kita bisa melihat berbagai benda yang berhubungan dengan TNI AD sejak awal berdiri sampai sekarang. Benda-benda bersejarah itu antara lain foto, lukisan, peta, senjata, seragam, dan sebagainya dimana setiap benda disana akan bercerita pada kita sejarah apa yang telah mereka lewati. Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa sebagian besar benda disini adalah asli dan benar-benar dijaga bentuk maupun keadaannya. Museum yang terdiri dari 21 ruang ini tertata dengan rapi dan bersih , keadaan museum juga masih begitu baik. Untuk masuk ke museum yang dikelola TNI AD ini, kita tak perlu mengeluarkan biaya sepeserpun, bahkan untuk parkir pun gratis. Jadi, mari kita bahas tentang museum yang luar biasa ini.
SEJARAH
Gedung
yang saat ini telah menjadi museum ini memiliki perjalanan panjang sejak awal
dibangun hingga sekarang, berikut sejarah singkat dari Museum Pusat TNI AD
Dharma Wiratama :
·
Dibangun 1904 oleh Belanda, terlihat
dari bangunan dengan pintu dan jendela yang tinggi, khas bangunan-bangunan
Belanda. Bangunan ini masih terlihat sangat kokoh hingga saat ini.
·
Pada masa pemerintahan Hindia-Belanda
(1904-1942), gedung ini digunakan untuk tempat tinggal administrator perkebunan
wilayah Jateng-Jogja.
·
Pada masa pemerintahan Jepang(1942-1945)
digunakan sebagai markas tetntara Jepang wilayah Yogyakarta.
·
Pasca proklamasi (1945-1948) digunakan
sebagai markas tertinggi TKR. Pada tanggal 12 Nopember 1945 dijadikan tempat
konferensi TKR. Pada waktu itu juga Jenderal Soedirman terpilih sebagai
panglima besar pada usia 29 tahun.
·
Antara tahun 1948-1961 maasih digunakan
sebagai markas TNI.
·
Markas KOREM 072/Pamungkas(1961-1980).
Pada tahun 1965 menjadi saksi kekejaman PKI dalam peristiwa G 30 S PKI. Di
gedung ini terjadi penculikan Letkol Sugiono yang pada akhirnya beliau dibunuh
dengan cara dimasukkan ke sumur tua lubang buaya.
·
Pada tahun 1982, diresmikan sebagai
museum.
·
Tanggal 2 September 2010 diresmikan
sebagai bangunan cagar budaya.
Selepas
jumatan tanggal 21 Desember 2012, saat itu saya pergi menuju museum Dharma
Wiratama bersama Henry, teman sekelas saya. Setelah memarkirkan sepeda motor,
kami melihat bahwa museum sedang sepi dan tidak terlihat seorangpun di sekitar
museum. Kami pun langsung menuju teras dari museum, dimana disana kami
mengamati beberapa tulisan yang menceritakan sejarah museum dan sejarah
perjuangan TNI AD. Tiba-tiba seorang bapak memanggil kami dan menyuruh kami
mengisi buku tamu. Pak Karjo, penjaga skaligus guide di museum ini pun
mempersilahkan kami masuk setelah selesai mengisi buku tamu. Oh ya, kami juga
diizinkan membawa kamera untuk mengambil foto di dalam museum.
Menuju
ke bangsal, Pak Karjo tiba-tiba muncul kembali. Beliau menanyakan apakah saya
dan Henry punya waktu banyak untuk berkunjung atau tidak. Pak Karjo menawarkan
bantuan untuk menemani kami sepanjang perjalanan di museum. Dengan senang hati
beliau berkata meskipun hari itu hanya ada 2 pengunjung, beliau akan dengan
ikhlas menemani sekaligus menjelaskan apa saja yang ada dalam museum yang
mempunyai 21 ruang ini. Tentu saja kami sangat senang ketika Pak Karjo menawarkan
bantuan tersebut. Dan saya akan menceritakan apa saja yang saya lihat, dengar,
dan rasakan dalam 21 ruangan tersebut, mari kita baca bersama.
RUANG
1
Sebenarnya dalam kunjungan tersebut, saya tidak
melihat 1 pun tulisan yang menunjukkan ada ruang 1, sehingga saya menganggap
ruang 1 adalah teras dari museum. Di sini, terdapat foto-foto para pemimpin TNI
AD sejak dahulu sampai sekarang. Foto-foto jenderal dengan pangkat bintang 4
ini dipasang dengan rapi berjejer. Selain itu terdapat meriam-meriam buatan Jepang
dan Belanda yang merupakan senjata rampasan para pejuang. Disini juga terdapat
peta Indonesia sekaligus skema sejarah perjuangan TNI AD.
RUANG
2(Ruang Pangsar Jendral Soedirman)
Ruang ini berukuran kecil, bahkan menurut saya
sangat kecil untuk ruang kerja seorang Panglima Besar. Ya, dahulnya ruang 2 ini
adalah kantor kerja seorang ahli strategi perang, pemimpin perang terhebat yang
pernah ada, Panglima Besar Jendral Soedirman. Ternyata ruangan milik seorang
jendral sangatlah sederhana, dengan 1 kursi dan meja di pojok yang diatasnya
ada segagang telephone tempo dulu. Kursi di pojokan ruang ini adalah kursi
dimana Pak Dirman bekerja sebagai jendral, tempat dimana ia biasa menerima tamu
dan menyusun strategi. Sedang agak di tengah ruangan, terdapat meja yang
dikelilingi 4 kursi. Ketika berada di ruang 2, Pak Karjo bercerita bahwa ketika
Pak Dirman dilantik sebagai Jendral pada usia 29 tahun, banyak orang yang
meragukannya. Di usia yang masih begitu muda, ia sudah harus mengemban tanggung
jawab yang sangat besar. Namun, ditengah keraguan itu, Pak Dirman menunjukkan
kemampuannya bahwa yang muda pun bisa untuk memimpin. Beliau menunjukkan
kemampuannya dengan berbagai prestasi, seperti mengusir sekutu di Jogja hanya
dalam waktu 6 jam. Pesan yang didapat disini adalah “Jangan pernah ragu untuk
melangkah meski banyak orang yang meragukan kita, jadikanlah itu motivasi untuk
bisa memberikan yang terbaik”.
RUANG
3(Ruang Urip Sumoharjo)
Ruang
yang berseberangan dengan ruang 2 ini bentuknya hampir sama dengan ruang milik
Pangsar Jendral Soedirman. Ruang ini dulunya juga merupakan ruang kerja Pak
Urip Sumoharjo. Didalamnya terdapat kursi dan meja di pojok, ada juga patung
setengah badan Pak Urip, begitu juga foto-foto saat beliau masih hidup.
Pak
Karjo bercerita dengan begitu semangatnya bahwa bapak Urip Sumoharjo adalah
ahli organisasi dan birokrasi yang dimiliki TNI AD. Beliau dan Pak Dirman
adalah 2 hal yang saling melengkapi. Dengan kerjasama antara keduanya, saat itu
TNI AD menjadi tentara yang sangat ditakuti musuh. Kecerdasan dan taktik tempur
dari Pak Dirman plus kemampuan berorganisasi Pak Urip adalah dwi tunggal yang
tak terpisahkan. Struktur dan sistem
dari TNI AD yang masih berlaku hingga saat ini pun, embrionya berasal
dari Pak Urip Sumoharjo.
RUANG
4(Ruang Palagan)
Ruang
palagan menceritakan tentang 8 palagan yang terjadi dalam upaya mempertahankan kemerdekaan NKRI. Ruang
ini bercerita tentang Palagan Ambarawa, Padang, dan sebagainya. Koleksi-koleksi
yang ada disini adalah foto-foto, lukisan, baju tentara, senjata, dan peta yang
menggambarkan terjadinya palagan tersebut. Cerita paling menarik disini adalah
tentang palagan Bali atau Puputan Margarana. Puputan Margarana adalah saat
perang sampai titik darah penghabisan, dimana saat itu pasukan dari Bali sudah
terdesak. Keterdesakan disini artinya jika melawan akan habis, jika mundurpun
kita akan kalah. Maka pasukan NKRI memutuskan untuk terus melawan. Lebih baik
mati terhormat di medan perang daripada harus mati tanpa ada perlawanan. Itulah
jalan yang dipilih pasukan NKRI hingga akhirnya semua pasukan NKRI di palagan
Bali gugur.
RUANG
5(Ruang Senjata Modal Perjuangan)
Senjata
adalah salah satu bagian terpenting dalam perjuangan TNI AD mempertahankan
mempertahankan NKRI. Ruang senjata di museum ini berisi berbagai senjata yang
terdiri dari senjata-senjata sederhana seperti tombak, pedang, panah, dan
trisula. Ada juga senjata hasil rakitan para pejuang yang sudah cukup modern,
hanya saja kemampuannya masih sangat terbatas. Senjata rakitan itu seperti
bedil, senjata kokang, dan juga ranjau unik yang di sekelilingnya terdapat
kain-kain untuk kamuflase ketika ranjau diletakkan di tanah. Sebagian besar
senjata yang terdapat di ruangan ini adalah senjata rampasan perang seperti
pistol, senapan laras panjang, meriam, dan sebagainya.
Cerita
paling menarik disini adalah kisah Trisula Juhar Nurhadi. Senjata yang terbuat
dari besi dan bentuknya seperti garpu ini menjadi begitu bersejarah setelah
pemiliknya Juhar Nurhadi pernah mengalahkan pasukan penjajah dengan senjata
ini. Juhar Nuhardi sendiri adalah tentara pelajar yang saat itu memimpin
pasukan pada usia 14 tahun. Saat itu tentara pelajar adalah tentara yang sangat
ditakuti penjajah. Usia mereka yang masih begitu belia membuat tentara pelajar
sering nekat untuk melawan penjajah. Namun, justru kenekatan inilah yang
ditakuti oleh musuh. Ingin tahu kisah selengkapnya tentang Trisula Juhar
Nurhadi dan para tentara pelajar? Datang saja ke Museum Dharma Wiratama.
RUANG
6(Ruang Dapur Umum)
Strategi
pertama yang dipilih penjajah ketika melawan Indonesia bukanlah menyerang
kantor seorang Jendral ataupun menyerang gudang senjata milik tentara, lalu
apa? Ya, dapur selalu menjadi incaran awal dari para penjajah. Karena dari
dapur inilah para pejuang mendapat stamina baru setiap harinya. Ketika dapur
telah di lenyapkan, dan sumber makanan sudah habis, maka habis pula tentara
kita. Ternyata dapur umum memiliki peranan yang begitu penting.
Ruang
6 merupakan ruang yang dibentuk persis menyerupai dapur tempo dulu. Masih
sangat sederhana, dengan kompor yang terbuat dari tanah liat atau disebut
pawon. Suasana yang temaram dengan penerangan seadanya. Segala peralatan masak
disini sangatlah sederhana. Di ruang inilah kita bisa mengenang besarnya jasa
para ibu. Para wanita yang setiap harinya memasak di dapur untuk memberi tenaga
pada para pejuang dengan masakan yang ala kadarnya. Bagaimanapun, kita harus
mengunjungi ruang 6 ketika datang di Museum Dharma Wiratama.
RUANG
7(Ruang Alhub dan Alkes)
Peranan
alat komunikasi dan kesehatan pada era perjuangan saat itu sangatlah penting.
Di ruang 7 ini kita bisa melihat pemancar Radio Republik Indonesia yang
bentuknya masih sangat besar. Dahulunya alat inilah yang digunakan untuk
menyiarkan berita berita penting yang terjadi di Indonesia.
Alat
kesehatan yang ada di ruangan ini dahulunya digunakan untuk operasi dan untuk
menobati luka para pejuang. Disini kita juga bisa melihat kaki dan tangan palsu
yang dibuat untuk para pejuang yang terpaksa di amputasi karena luka perang.
Saya rasa ruangan ini terlihat agak menyeramkan. Bukan karena ada hal aneh atau
apa. Akan tetapi, siapa yang tidak merinding melihat gergaji yang dahulu pernah
digunakan untuk mengamputasi anggota badan seseorang.
RUANG
8(Ruang Perang Kemerdekaan)
Ruang
ini akan dijadikan ruang untuk menonton film tentang perjuangan TNI AD merebut
kemerdekaan. Namun, ruang ini masih dalam tahap penyelesaian. Jadi hingga
kunjungan saya saat itu, ruang ini masih belum dipakai.
RUANG
9(Ruang Perang Medical)
Selain
senjata, lukisan, dan foto, di ruangan ini kita bisa melihat
perabotan-perabotan yang ada di ruang rapat para pejuang. Di ruang ini ada
cerita konon yang Pak Karjo sampaikan. Cerita tentang lampu stongkring yang
mati sendiri tanpa ada yang meniup, bahkan tanpa ada angin yang lewat. Lampu
stongkring ini mati ketika pasukan penjajah lewat di depan sebuah rumah yang
didalamnya ada Bung Karno dan tokoh-tokoh lain. Saat itu Bung Karno sedang
melaksanakan rapat dengan hanya diterangi lampu stongkring yang begitu temaram.
Jika lampu stongkring ini tidak mati, mungkin sejarah Indonesia akan berbeda.
Mungkin dengan segera para penjajah akan masuk ke rumah tersebut, dan kita
tidak tahu apa yang akan terjadi pada Bung Karno saat itu. Cerita ini memang
tidak ada bukti kuat yang mendukung, jadi kita boleh percaya boleh tidak.
Sampai sekarang lampu yang memiliki cerita ini masih ada dan terawat dengan
baik di Museum Dharma Wiratama.
RUANG
10(Ruang Perang Kemerdekaan)
Disini
terdapat berbagai senjata rampasan dan meja-meja kayu yang sangat tua. Meja-meja
disini dahulunya adalah meja yang ada di ruang kerja Pak Soeharto.
RUANG
11(Ruang Panji-panji)
Setiap divisi dan setiap kesatuan dari TNI AD
memiliki panji-panji tersendiri. Di ruang 10, kita akan melihat banyak bendera
yang melambangkan tiap kesatuan. Tiap panji-panji memiliki filosofi tersendiri.
RUANG
12(Ruang Gamad)
Ruang
Gamad adalah ruang yang didalamnya terdapat seragam-seragam TNI AD sejak masih
TKR hingga sekarang. Seragam-seragam ini masih asli dan dahulunya pernah
dipakai oleh para pejuang. Ketika saya bertanya bagaimana pakaian ini bisa
tetap terawat dan tidak busuk atau rusak, ternyata ada metode yang disebut
fumigasi. Fumigasi adalah cara menjaga keawetan suatu barang yang terbuat dari
kain atau kertas dengan cara memasukkan pakaian ke ruangan yang sangat tertutup.
Kemudian di ruangan itu, barang-barang tersebut akan diberi suatu zat kimia
yang berfungsi untuk membunuh kuman, bakteri, dan sebagainya. Metode ini
dilakukan 6 bulan sekali. Fumigasi tidak merubah bentuk dan rupa dari pakaian
tersebut. Bahkan noda tanah pun tidak hilang.
RUANG
13(Ruang Tanda Jasa)
Piagam,
surat penghargaan, dan tanda jasa lainnya semua disimpan dengan rapi di ruangan
ini. Kita juga bisa melihat tulisan-tulisan dan piagam yang ditandatangani oleh
Bung Karno dan Pak Harto, semua asli dan original.
RUANG
14(Ruang Peristiwa)
Seperti
kebanyakan ruangan lain lain, kita bisa melihat foto-foto dan benda yang
berhubungan dengan suatu peristiwa. Beberapa peristiwa yang di ceritakan oleh
benda-benda di ruang 14 adalah peristiwa Solo, pemberontakan PKI Madiun, dsb.
Disini kita bisa mengenang pula Letkol Slamet Riyadi.
RUANG
15(Ruang Peristiwa)
Masih
di ruang peritiwa, kali ini kita akan melihat kekejaman dari DI/TII. DI/TII
adalah musuh dari negeri sendiri yang ingin merubah NKRI menjadi negara islam.
Disini kita bisa melihat foto-foto tentang peristiwa DI/TII, bahkan seagam
DI/TII dan panji-panji nya pun bisa kita lihat.
Cerita
dari Pak Karjo disini adalah notes berdarah yang ditulis Mayor Kusnanto.
Menjelang wafat setelah diserang tentara DI/TII , Mayor Kusnanto menulis sebuah
notes untuk istrinya yang ia tulis dari darahnya sendiri. Notes itu berisi
ucapan maaf dan sebuah nasihat kepada istri dan keluarganya. Notes yang asli
saat ini tersimpan oleh TNI AD, sedang yang berada di museum ini saya sendiri
kurang tahu apakah itu fotonya atau apa. Tetapi kita bisa melihat arti sebuah
kasih sayang dan rasa cinta tanah air yang keduanya mengalir dari seorang Mayor
Kusnanto.
RUANG
16(Ruang Peristiwa)
Ruang
peristiwa yang ketiga ini menympan berbagai benda yang berhubungan dengan
perlawanan musuh dari negeri sendiri. Yait dari daerah-daerah yang ingin
melepaskan diri dari Indonesia, seperti Irian Jaya, Maluku, dan Timor Leste.
Setelah mengunjungi ruang ini saya pun tahu, bahwa bendera negara Timor Leste
yang ada sekarang ternyata sudah ada sejak dulu.
RUANG
17(Ruang Alat dan Peralatan)
Sebagai
negara yang baru saja merdeka, saat itu Indonesia masih mamakai segala sesuatu
yang serba sederhana. Hal ini bisa kita lihat dari benda-benda yang ada di
ruang 18. Disini kita bisa melihat printer yang ukurannya sangat besar, lebih
besar dari 3 kompor gas yang ditumpuk. Ada pula tape recorder yang sebesar
mesin cuci. Selain itu disini juga ada berbagai alat komunikasi seperti
telephone, pemancar sinyal radio, dan lain-lain.
RUANG
18(Ruang Piagam Keutuhan TNI AD dan Kontingen Garuda)
Tidak
hanya sekali, TNI AD pernah dikatakan sudah tidak punya kekuatan, bahkan
dikatakan bubar. Namun, hal itu tak pernah terjadi, TNI AD tetap selalu ada untuk
negara. Ruang ini menunjukkan bahwa sejak dul hingga kini TNI AD selalu utuh.
Rasa
bangga muncul di benak saya, ketika saya melihat foto kontingen pasukan garuda
dari TNI AD yang dikirim untuk negara-negara yang sedang mengalami krisis.
Negara-negara yang pernah mendapat bantuan dari kontingen garuda antara lain
Kongo, Lebanon, Myanmar, dan sebagainya. Kemampuan kontingen garuda ini telah
diakui dunia, bahkan dikatakan ada keunggulan tersendiri dari kontingen garuda
yang bahkan tidak dimiliki oleh tentara dari AS maupun negara besar lain.
Keunggulan yang dikatakan disini adalah keiklasan dari pasukan garuda. Jika
kalian belum paham akan tulisan ini, maka akan kita pahami apa makna dibalik
keiklasan setelah berkunjung ke museum ini.
RUANG
19(Ruang Pahlawan Revolusi)
Pahlawan
revolusi adalah gelar yang diberikan
pada 7 pahlawan yang gugur dalam peristiwa G30S PKI. Ketujuh pahlawan
itu gugur dengan cara dimasukkan ke sumur tua lubang buaya oleh PKI. Di ruangan
ini kita bisa melihat lukisan 7 pahlawan revolusi, foto-foto saat mereka masih
hidup, bahkan pakaian tugas yang pernah mereka pakai. Disini kita juga bisa
membaca perjalanan hidup mereka ketika masih membela NKRI. 1 tulisan di dinding
bagian atas ruang 19 yang begitu berkesan adalah “ Hiduplah dengan kehormatan,
dan mati sebagai sahid”.
RUANG
20(Ruang Trikora)
Ruang
Trikora bercerita tentang perjuangan pembebasan Irian Barat dari tangan
Belanda. Disini kita bisa melihat berbagai gambar dan lukisan tentang perang
yang terjadi. Disini juga ada bendera PBB dan foto-foto upaya pembebasan Irian
Barat melalui jalur diplomasi. Dengan berada di ruangan ini, kita bisa tahu
siapa saja orang yang pernah berperan penting dalam operasi Trikora. Ternyata
upaya mempertahankan ibu pertiwi benar-benar luar biasa.
RUANG
21(Ruang Penumpasan G30S PKI)
Kurang
lebih sudah 2 jam saya, Henri, dan Pak Karjo menyusuri Museum Dharma Wiratama.
Akhirnya kami sampai di ruangan terakhir, dimana di ruangan ini kita bisa
melihat berbagai catatan sejarah tentang perjuangan melawan PKI. Disini
terdapat mobil yang dulu dipakai Pak Soeharto. Mobil tua berwarna hijau seperti
hijau di seragam tentara ini sudah tidak berfungsi lagi, namun keadaan mobil
terlihat masih sangat terawat. Foto-foto yang membuat saya langsung
mengamatinya adalah rangkaian foto yang menceritakan upaya pengambilan jenazah
pahlawan Revolusi dari sumur lubang buaya. Dalam foto-foto itu, jenazah yang
sudah beberapa hari di dalam sumur terlihat sudah membengkak dan membusuk.
Benar-benar foto yang membuat kita pilu. Kekejaman dari PKI saat itu memang
sudah diambang batas. Ruang terakhir ini juga menceritakan bahwa PKI bukanlah
organisasi biasa, mereka adalah organisasi besar yang sangat terorganisir
hingga bisa membuat keadaan NKRI saat itu benar-benar panas dan darurat.
CERITA
TENTANG JENDRAL SOEDIRMAN
Hari
itu, saya merasa mendapat pengalaman yang luar biasa setelah berkunjung di
Museum Dharma Wiratama. Saya merasa bangga dengan negara ini dan termotivasi.
Bangsa kita sebenarnya adalah bangsa yang begitu hebat, bangsa yang kuat dan
tahan banting, bangsa yang cinta akan tanah airnya melebihi apapun. Jika mereka
pahlawan kita bisa, mengapa kita tidak? Tunjukkan rasa cinta pada negeri ini
dengan terus berkarya kawan. Nasihat dari Pak Karjo ketika kami akan pulang,
beliau berpesan jangan pernah ragu untuk menunjukkan bahwa kita bisa melakukan
yang terbaik, jadilah orang hebat yang bermanfaat dan berani. Bagaimanapun,
saya mengucapkan terima kasih pada Pak Karjo yang telah memberi banyak ilmu dan
pelajaran berharga hari ini. Sebelum menutup artikel ini, saya akan sedikit
bercerita tentang Panglima Besar Jendral Soedirman.
Saat itu Indonesia masih dalam upaya mempertahankan kemerdekaannya. Panglima Besar Jenderal Soedirman sendiri justru sedang sakit dan dirawat di RS Panti Rapih. Tiba-tiba terdengar suara ledakan yang membuat beliau kaget dan langsung menanyakan apa yang sedang terjadi kepada salah satu anggota TNI yang menjaganya di Panti Rapih. Karena tidak tega melihat keadaan Pak Dirman yang saat itu menderita radang paru-paru, anggota TNI itu berbohong bahwa itu suara dari latihan perang para pejuang Indonesia. Padahal suara itu berasal dari serangan Belanda yang mengadakan agresi dadakan. Pak Dirman tidak percaya pada bawahannya, dan ia berkata akan memecatnya dari TNI jika ternyata bawahannya tersebut berbohong. Akhirnya anggota TNI tersebut mangatakan apa yang sebenarnya terjadi.
Pak Dirman lalu menemui Bung Karno dan meminta ijin untuk mengadakan serangan balasan kepada Belanda. Bung Karno yang melihat keadaan Pak Dirman tidak tega dan mengatakan bahwa sebaiknya serangan balasan dilakukan setelah Pak Dirman sembuh. Ketika itu Pak Dirman menjawab pada Bung Karno 1 kalimat yang membuat Bung Karno tidak bisa mencegah kehendak Pak Dirman "Yang sakit itu Soedirman, Panglima Besar tidak pernah sakit".