Posted by: Vinesya Rara Pradhipta
(12/335154/SA/16629)
Bonjour tout le monde!
Jadi, di post ini saya akan menceritakan tentang kunjungan saya ke Kraton Yogyakarta. Kunjungan ini merupakan tugas dari mata kuliah Dasar - Dasar Ilmu Budaya dan sekaligus juga sebagai tugas UAS pada semester 1 ini. Saya mengunjungi Keraton pada hari Rabu, tanggal 3 Oktober 2012. Waktu itu sekalian bersama 4 teman yang lain, jadi saya ke 5 museum juga deh! Oke, langsung saja ya saya mulai cerita perjalanan saya ini! :)
(foto doc. google.com)
Sejarah
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau lebih umum dikenal dengan Keraton Yogyakarta, adalah istana resmi dari Kasultanan Yogyakarta yang berlokasi (tentu saja) di Kota Yogyakarta, D.I Yogyakarta. Keraton sendiri mulai dibangun sejak tahun 1755, oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada masa Perjanjian Giyanti. Dulu, komplek Keraton merupakan bekas pesanggarahan yang bernama Garjitawati. Pesanggarahan ini dulunya adalah tempat dimana para iring - iringan jenazah raja - raja Mataram (Kartasura & Surakarta) akan di makamkan di Imogiri. Sampai saat ini, Keraton masih digunakan sebagai tempat tinggal sultan dan keluarganya yang masih menjalankan tradisi jawa yang sangat kental. (Katanya sih begitu, tapi mungkin tidak segitu kentalnya ya, keluarga Sultan ini pada gaul - gaul juga kok :P)
Laporan Pandangan Mata
Oke, jadi dari saat pertama saya ke Keraton, yang saya sadari adalah Keraton itu luasnya bukan main! Padahal kata bapak gaet (iya ini 'gaet', versi Indonesia ya) nya, sekarang ini sudah jauh lebih kecil daripada aseli nya dulu. Ya memang tidak heran, karena pada tahun 1700an, yang mampu punya tempat tinggal layak ya cuma keluarga sultan. Alhasil, tanah - tanah yang ada di Jogja yang mulai diambilin sama penjajah dan dikasih pajak mahal, dibeli sama sultan lalu dikembalikan lagi tanahnya ke rakyat. Dermawan? Iya, tapi dari situ lah kekuasaan sultan semakin kuat, hampir seluruh Jogja punya beliau :D
Kembali ke Keraton nya ya.. Keraton itu letaknya tepat dimana Alun - Alun Lor berada. Sudah banyak yang tahu kan keliatan dari mana? Naaaah, dari gerbang yang terlihat kokoh itu, dibalik dua beringin kembar yang memang menjadi ciri khas Alun - Alun Utara ataupun Selatan. Gapura tersebut mempunyai nama Gapura Gladhag dan Gapura Pangurakan.
Untuk masuk Keraton, pengunjung harus membayar Rp7000,00 dan jika kita membawa kamera atau handycam, kita harus membayar Rp2000,00 dan nantinya akan dikasih tanda di kameranya yaitu bukti kalau sudah membayar :)
Setelah membeli tiket, kami langsung masuk ke dalam. Sebelumnya, perlu diketahui, bahwa istana ini terbagi dalam 7 komplek. Nah masuk dalam komplek pertama, kita langsung melihat sebuah lapangan luas seperti panggung, yang dipayungi dengan joglo khas Keraton yang berwarna hijau. Komplek ini dinamakan Siti Hinggil Ler. Disitu, terdapat panggung luas yang disebut Pagelaran, disini lah biasanya singgahsana Sri Sultan HB jika sedang ada acara Keraton yang bisa ditonton oleh publik atau jika acara berlangsung di Alun - alun Lor.
Di komplek pertama, terdapat 2 bangunan kecil di kanan dan kiri pagelaran tersebut. Sama seperti yang saya ingat dulu, isinya adalah manekin - manekin pria, wanita, dan anak - anak yang memakai pakaian - pakaian adat Jogja sesuai dengan acara - acara tertentu. Setelah itu, saya berjalan lagi menuju ke taman bagian dalam yang pertama, dimana terdapat pagelaran juga. Di dalam, terdapat beberapa bangunan yang dulu nya berisi berbagai macam hiasan atau bagian - bagian dari kereta kencana milik istana. Namun sayang, saat itu Keraton memang sedang dalam renovasi. Jadi barang - barangnya tidak terdapat didalamnya.
(foto doc. google.com)
Setelah itu kami tetap berjalan terus menuju taman bagian dalam yang kedua. Saat melewati tangga, terlihat relief cerita tentang perjuangan pahlawan nasional yang pada saat itu berusaha untuk merebut Jogja dari tangan Sekutu (Serangan Oemoem 1 Maret.) Sesampainya diujung tangga, saya tercengang. Pintu besar menuju ke taman dalam istana, dimana biasanya kita bisa melihat tempat latihan menari para penari istana, dan juga koleksi burung - burung eksotis yang dimiliki Sultan, kini tertutup untuk umum. Sedikit kecewa, namun apa boleh buat? Mungkin karena semakin banyak nya pengunjung yang datang ke Jogja belakangan ini, akses ke dalam istana pun di minimalisir. Karena memang, museum yang tersedia di Keraton sendiri hanyalah museum Siti Hinggil Pagelaran tersebut.
Saya selalu menyukai Keraton. Sejak saya masih SD, saya selalu suka berjalan - jalan di daerah sekitar Keraton. Selain budaya jawa nya yang masih sangat kental, saya juga suka melihat suasana klasik yang hadir di sekitaran tempat itu. Terutama pada Keraton, saya sangat suka mengitari tempat itu dan memperhatikan setiap detil arsitektur dari bangunan istana tersebut. Walaupun saat ini sudah tidak bisa diakses lagi, namun saya pikir kunjungan tersebut sudah cukup untuk dijadikan laporan pandangan mata ini.
Kesan Tentang Museum
Sangat disayangkan, museum yang terdapat di Keraton ini sangat tidak terawat. Tempatnya sangat gersang dan kotor. Patung - patung yang terdapat didalam pun sudah mengelupas kulitnya, dan pakaiannya pun sudah buluk, terlihat sangat tidak terawat. Padahal tempat ini adalah salah satu tujuan utama para wisatawan. Walaupun begitu, karena saya sudah pernah mengunjungi Keraton pada saat masih bagus (lebih baik dari yang sekarang), saya rasa sudah cukup review saya tentang museum ini. Berikutnya akan saya lampirkan beberapa foto yang saya ambil saat berada di keraton.
Foto - Foto
Walaupun keadaan yang saya lihat sedikit memprihatinkan, namun saya tetap menghormati keberadaan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Karena saya adalah manusia Jawa, bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Maka dari itu ingatlah peribahasa ini:
"Sadumuk bathuk sanyari bumi,"
Hormatilah tempat dimana engkau berada.
♥
Terima kasih liputannya ya. Efek di fotonya bagus :)
BalasHapusDe rien, madame :) hehe merci! Saya suka iseng ngedit2 soalnya :p
BalasHapus