OLEH : ROSANDRA DWI SETYONINGRUM
Yogyakarta
terkenal dengan budaya dan tradisi yang masih sangat kental berpadu dengan
kehidupan masyarakatnya. Hal ini banyak dipengaruhi oleh pemerintahannya yang
berporos pada kesultanan, dengan pemimpin absolut Sultan Hamengku Buwono.
Tradisi dan budaya dalam berbagai bentuk masih tumbuh subur dan dijaga
kelestariannya untuk kepentingan bersama. Untuk menjaganya agar tidak punah
dalam lingkaran globalisasi yang semakin menggerus banyak sisi tradisional
dalam masyarakat Indonesia.
Batik
merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang sedang berkembang pesat dan
membutuhkan banyak tenaga agar tetap membuatnya menjadi salah satu ikon
terpenting budaya kita. Yogyakarta adalah kota yang juga menjadi pusat segala macam
kegiatan yang berhubungan dengan batik. Mulai dari pembuatan, penjualan,
pelestarian, bahkan tempat dimana terdapat museum batik yang merupakan museum
batik pertama di Yogyakarta. Museum ini berada di jalan Dr. Sutomo no.13 A
Yogyakarta, tidak begitu jauh dari jembatan Lempuyangan. Akses yang mudah
membuat museum ini patut untuk untuk dijadikan destinasi tujuan anda melalang buana di kota
Yogyakarta.
Museum ini didirikan oleh keluarga Hadi Nugroho sebagai bentuk kepedulian mereka atas eksistensi batik dan diresmikan pada tanggal 12 Mei 1977. Dimulai dari pengumpulan koleksi batik antar keluarga dan akhirnya mereka memutuskan untuk menaruh koleksi-koleksi batik tersebut dalam sebuah tempat yang sekarang menjadi museum batik. Sekarang museum ini dikelola oleh generasi keempat keluarga Hadi Nugroho, yaitu ibu Dewi Sukaningsih. Museum ini memiliki koleksi batik yang sangat lengkap. Mulai dari batik Yogya, Solo, Pekalongan, dan daerah pesisir utara pulau Jawa. Batik-batik tersebut terdapat dalam beberapa macam bentuk, mulai dari hanya kain panjang, selendang, sewek, maupun baju. Motif-motif dan pola yang terdapat dalam batik-batik tersebut sangat luar biasa, begitu rumit, memiliki arti filosofis di dalamnya dan indah. Kini, museum ini menyimpan lebih dari 1.200 koleksi perbatikan yang terdiri dari 500 lembar kain batik tulis, 560 batik cap, 124 canting (alat pembatik), dan 35 wajan serta bahan pewarna, termasuk malam.
Museum ini didirikan oleh keluarga Hadi Nugroho sebagai bentuk kepedulian mereka atas eksistensi batik dan diresmikan pada tanggal 12 Mei 1977. Dimulai dari pengumpulan koleksi batik antar keluarga dan akhirnya mereka memutuskan untuk menaruh koleksi-koleksi batik tersebut dalam sebuah tempat yang sekarang menjadi museum batik. Sekarang museum ini dikelola oleh generasi keempat keluarga Hadi Nugroho, yaitu ibu Dewi Sukaningsih. Museum ini memiliki koleksi batik yang sangat lengkap. Mulai dari batik Yogya, Solo, Pekalongan, dan daerah pesisir utara pulau Jawa. Batik-batik tersebut terdapat dalam beberapa macam bentuk, mulai dari hanya kain panjang, selendang, sewek, maupun baju. Motif-motif dan pola yang terdapat dalam batik-batik tersebut sangat luar biasa, begitu rumit, memiliki arti filosofis di dalamnya dan indah. Kini, museum ini menyimpan lebih dari 1.200 koleksi perbatikan yang terdiri dari 500 lembar kain batik tulis, 560 batik cap, 124 canting (alat pembatik), dan 35 wajan serta bahan pewarna, termasuk malam.
a. Berbagai macam canting yang digunakan untuk
membatik
b. Bahan pewarna yang digunakan untuk membatik
c. Berbagai macam bentuk alat batik cap
Batik di sini terdiri dari banyak batik yang sudah
kuno, bahkan batik paling tua dibuat pada tahun 1700-an dan masih terawat
dengan baik. Batik digulung mengikuti gulungan berbentuk panjang, hal ini
bertujuan untuk membuat batik semakin awet dan kita tidak boleh memotret batik
karena sinar blitz yang terpantul
dari kamera dapat mengakibatkan warna batik mudah pudar. Untuk semakin menjaga
keawetan setiap batik, di samping ruangan pameran terdapat sebuah ruangan kecil
yang digunakan untuk memberikan ramuan tradisional pada batik. Ini dilakukan
secara teratur bergantian karena mengingat batik koleksi museum ini jumlahnya
cukup banyak. Sehingga batik tetap terlihat bagus dan awet sekalipun sudah
berumur ratusan tahun.
Selain
batik dan segala macam perlengkapan pembuatan batik, di museum ini juga
terdapat sulaman-sulaman yang sebagian besar dibuat sendiri oleh sang pemilik,
Ibu Dewi Sukaningsih. Pada tahun 2000, museum ini memperoleh penghargaan dari
MURI atas prestasi Ibu Dewi yang berhasil membuat sulaman terbesar di
Indonesia, yaitu
kain batik berukuran 90 x 400 cm². Kemudian pada tahun berikutnya, museum ini mendapatkan
penghargaan lagi karena menjadi pemrakarsa museum sulaman pertama di Indonesia.
Banyak koleksi sulaman yang menarik di museum ini. Terdapat beberapa wajah
tokoh nasional dan Internasional yang disulam oleh ibu Dewi, antara lain
presiden pertama Indonesia, Soekarno, Gusdur, Tuanku Imam Bonjol, Bunda Teresa,
dan masih banyak lagi.
d. Karya sulaman terbesar di Indonesia
e. Penghargaan dari MURI
Museum yang berdekatan dengan hotel Museum Batik ini
buka pada hari senin sampai sabtu, setiap pukul 09.00 - 15.00. Jika beruntung
pengunjung bahkan dapat melihat secara langsung proses pembuatan batik di
museum ini. Sekalipun sudah lama berdiri, museum ini tidak terlalu banyak
mendapat perhatian dari pemerintah sehingga kurang populer dan berkembang.
Banyak
hal yang bisa kita lakukan untuk melestarikan potensi budaya dan tradisi yang
sudah mengakar di Indonesia. Tapi yang paling sederhana dalam melakukannya
adalah menghargai dan selalu memberi dukungan pada semua kalangan yang sedang
melakukan perubahan untuk membuat budaya kita menjadi semakin lebih baik.
Budaya adalah nadi kita, tradisi yang baik adalah bagian dari hidup kita yang
menunjukkan seperti apa karakter kita sesungguhnya. Dan kita, sebagai warga
negara Indonesia akan selalu hidup bersama dengan dua hal tersebut. Semoga
batik semakin jaya dan mempesona.
Mari melestarikan batik, tidak hanya dengan memakainya tapi juga memahami sejarah dan mengetahui cara membuatnya. Ayo berkunjung ke museum Batik!
BalasHapusterimakasih madame atas apresiasinya.
BalasHapussilakan berkunjung ke museum batik, karena batik--batik di sana sangat menakjubkan !