Senin, 07 Januari 2013

Museum Wayang Kekayon


MUSEUM WAYANG KEKAYON

Dumateng para sedherek lan para tamu undangan, monggo disekecakaken maos ulasan  babagan Museum Wayang Kekayon dening Yohanes Boni Santoso

Wayang. Satu kata ini membuat saya teringat masa kecil saya. Dimana Boni kecil sangat antusias terhadap wayang dan pertunjukan wayang. Dahulu hampir setiap 1 bulan sekali selalu ada pertunjukan wayang, baik di kota yang satu maupun di kota yang lain. Namun, seiring berlarinya waktu dan tanpa saya sadari wayang seolah-olah seperti air mendidih yang menguap. Tidak bisa ditemukan lagi dimana dia berada. Tak ada bekasnya. Kemanakah 'air' ini, yang menjadi kesukaan saya di masa kecil?

Tapi saya bersyukur, 4 Januari kemarin saya menemukan ‘sumber mata air'. Museum Wayang Kekayon. Terletak di Jalan Raya Jogja-Wonosari km 7 No. 277, Bantul, Yogyakarta, Indonesia. Museum ini tidak hanya berbicara tentang wayang. Namun lebih dari itu museum ini juga merupakan rekaman sejarah perkembangan bangsa Indonesia dari abad 6 hingga 20. Museum yang menggambarkan sejarah bangsa Indonesia sekaligus kesenian wayang ini didirikan pada 23 Juli 1990 oleh Soedjono Prawirohadikusumo, seorang dokter spesialis kesehatan jiwa. Ia mempercayai bahwa kesenian wayang mampu mengantarkan seseorang memahami ilmu pengetahuan sekaligus tata krama serta menuju kedewasaan, dalam arti seseorang dapat mentransformasikan ilmunya pada generasi penerus. Museum ini dibuat bercorak arsitektur tradisional Jawa berbentuk Joglo, menempati 9 unit bangunan dengan luas tanah sekitar 1,1 hektar.
Pintu Gerbang Museum Wayang Kekayon


PENGERTIAN WAYANG
Wayang setidaknya mempunyai tiga arti, yaitu wayang kulitnya sendiri; pergelaran wayang; dan refleksi filsafat hidup Jawa. Pergelaran wayang dahulu adalah pergelaran sakral.
Wayang mengandung seni: drama, sastra, suara, tari, karawitan, ukir dan pahat serta mengandung unsur hiburan, seni, pendidikan dan penerangan, ilmu pengetahuan, kejiwaan, mistik dan simbolis.
 Nama Kekayon sendiri mempunya arti kehidupan. Kekayon atau Kayon atau Gunungan merupakan lambang kehidupan di dunia. Oleh karena itu, kenapa pertunjukan wayang selalu dibuka dengan munculnya Kekayon. Dalam Kekayon terdapat beberapa gambar yang masing-masing memiliki arti tersendiri. Gambar harimau dan banteng melambangkan hawa nafsu yang dimiliki oleh manusia di bumi. Sedangkan pohon yang bercabang empat menjelaskan bahwa ada empat elemen penting di dunia yaitu tanah, air, angin, dan api. Itu juga bisa berarti empat mata angin. Sedangkan pohonnya yang terak lurus melambangkan hubungan manusia dengan sang Pencipta. Gambar pohon yang ada pada Kekayon biasanya dibelit seekor ular yang kepalanya menghadap ke arah kanan. Hal ini berarti bahwa untuk mencapai kebahagiaan, manusia harus melewati jalan yang berliku-liku serta melakukan hal yang halal.

Sumber: Buku Panduan Museum Wayang Kekayon

Gedung Induk

Era Mahabharata

Detail setiap bagian Museum Kekayon
Museum Wayang Kekayon terbagi menjadi beberapa bagian. Pertama adalah gedung induk yang beruba bangunan Joglo lengkap dengan kuncung, pendapa, longkang, peringitan dan juga ndalem dengan sarean tengah. Bangunan induk ini menjadi kantor Yayasan Kekayon sekaligus tempat dilangsungkannya pertunjukan seni. Selain itu, gedung ini juga sering disewa untuk acara resepsi pernikahan.

Era Ramayana
Pagelaran Wayang Purwa Gaya Jogja Lengkap
Koleksi museum sendiri diletakkan di bangunan-bangunan khusus yang terbagi menjadi 9 unit  dengan rincian sebagai berikut:
·         Unit 1 (Wayang Purwa Gaya Jogja): berisikan koleksi wayang era Lokapala, Ramayana, Mahabarata, pasca Bharatayudha, Wayang Wong Raden Gatot Kaca, serta koleksi pagelaran Wayang Purwa lengkap gaya Yogyakarta.
·         Unit 2 (Wayang Purwa Gaya Solo): berisikan rincian busana wayang, silsilah Dinasti Bharata, Palasan Krama, Jejeran Astina, Pasetran Gandhamayit, Parepatan Agung para dewa, Karna Tanding, Budhalan Astina, Wayang Wong Sri Bathara Kresna.
·         Unit 3 (Wayang Madya dan Gedhog): berisikan Wayang Geculan, Bandung Bondowoso, Anglingdarma, Panji-Klana, aneka gunungan Wayang Madya daya Surakarta, Wayang gedhog gaya Yogyakarta dan Wayang Wong Dewi Shinta.
·         Unit 4 (Wayang Klitik, Krucil, dan Beber): berisikan Damarwulan Begal, Menakjingga Lena, Rama tambak, Mintaraga, Adegan Gua Kiskendha, Wayang Klithik gaya Yogyakarta, Wayang Klitik gaya Banyuwangi Tulungagung, Wayang Beber gaya Surakarta dan Wayang Wong Prabu Gambiranom. 

·         Unit 5 (Aneka Jenis Wayang): berisikan koleksi Wayang Madura, Wayang Dupara, Wayang Kartasura, Wayang Kidang Kencana, Wayang Kancil, Wayang Purworejo, Wayang kaper dan Wayang Wong Prabu Ramawijaya.

·         Unit 6 (Aneka Jenis Wayang): berisikan koleksi Wayang Bali, Wayang Menak, Wayang Perjanjian, Wayang Suluh, Wayang Golek Menak Sentolo, Wayang Golek Menak Bantul, Wayang Golek Wahyu, Wayang Golek Tengul dan Wayang Wong Raden Anoman.
·         Unit 7 (Wayang Golek dan Wayang Kreasi Baru):berisikan Wayang Jawa, Wayang Tutur,Wayang Diponegaran, Wayang Golek Purwa, Wayang Golek Cepak, Wayang Golek Sunda dan Wayang Wong Dewi Trijatra.
·         Unit 8 (Topeng dan Pagelaran Mini): berisikan berbagai koleksi topeng seperti Topeng Yogyakarta, Topeng Bali, Topeng Madura, Topeng Campuran, Topeng Italia, Busana Wayang Wong, Pagelaran Mini Wayang Kulit dan Wayang Wong, Yuyu Kangkang dan Jaka Tarub, Kethek Ogleng, Jatilan dan Barong Bali dan Wayang Wong Dasamuka.
·         Unit 9 (Aneka Jenis Wayang): berisikan koleksi Wayang kerasul, Wayang Turis, Wayang Thailand, Wayang Potehi, Wayang Karton, proses pembuatan wayang dan Wayang Wong Raden Kumbakarna.
Wayang Suluh: Menceritakan bangsa Indonesia             
Wayang Beber Gaya Solo

Koleksi masterpiece adalah wayang kulit seratus kurawa dan koleksi yang unik lainnya adalah hubungan zodiak/ bintang anda dengan tokoh wayang.
Selain wayang, di museum ini juga terdapat berbagai replika, bangunan, dan patung yang menguraikan sejarah Indonesia. Komplek Pancuran Bidadari melambangkan pengaruh Eropa, khususnya bangsa Belanda yang pernah menjajah Indonesia. Komplek Baleranu Mangkubumi, patung Jepang, dan patung Proklamasi melambangkan babak sejarah Indonesia sebelum masa kemerdekaan.
Pancuran Bidadari

Patung Jepang
Secara pribadi saya sangat mengagumi museum ini. Di sini kita bisa menemukan segalanya tentang wayang. Jujur, setelah saya keluar dari museum ini saya baru menyadari bahwa saya termasuk golongan orang awam tentang perwayangan. Selama ini saya hanya mengetahui wayang kulit, wayang golek, dan wayang purwa saja, tak lebih dari itu. Di tempat inilah mata saya terbuka lebar tentamg perwayangan.
Kabar kurang menyenangkan dari museum ini adalah bahwa Museum Wayang Kekayon telah melewati masa kejayaannya. Sangat disayangkan. Pada saat saya mengunjungi museum, saya tidak menemukan pengunjung yang lain. Dahulu hampir setiap hari selalu ada pengunjung di museum ini baik rombongan atau perorangan. Akibat mulai sepi pengunjung, kondisi museum sedikit terbengkalai. Pemeliharaan lingkungan terutama yang menjadi sorotan saya. Banyak lumut yang tidak dibersihkan. Saya hampir terpeleset sebanyak 10 kali karena lumut-lumut itu. Di dalam museum juga terdapat beberapa nyamuk demam berdarah. Saya berhasil menewaskan 3 diantaranya. Dan juga beberapa lampu ada yang mati, kalau tidak salah dimulai dari unit 5 - unit 9. Pada saat itu saya berada di dalam unit yang sebagian besar lampumya mati dan bersaman dengan itu cuaca mendung dan awan hitam pekat menyelimuti museum sehingga suasana ruangan gelap gulita. Seolah-olah suasana saat itu sedang menggambarkan kondisi yang dialami museum.
Sebagai seorang mahasiswa Indonesia dan UGM khususnya, selayaknya kita tidak boleh membiarkan hal seperti ini terus terjadi. Bagaimanapun juga wayang adalah bagian dari Indonesia dan kita pun juga bagian dari Indonesia. Harus ada tindakan nyata supaya wayang bisa bangkit kembali. Jangan hanya menuntut pemerintah atau pengelola museum untuk bertindak, tapi kita juga harus berbuat sesuatu. Mungkin kita harus memulanya dari ‘memungut puing-puing’, tapi percayalah bahwa dari ‘puing-puing’ itu akan menjadi sebuah ‘vas’ yang sangat indah. Mari kita lestarikan 'mata air' ini.


1 komentar:

  1. Merci Boni, sudah membagi informasi tentang keunikan museum wayang, juga detail isinya. Masukan dari Boni pastinya akan sangat berguna bagi kejayaan budaya tradisional bangsa kita. Ide bagus dengan mencantumkan peta letak museum. Good job!

    BalasHapus